Bumi pasundan lahir ketika tuhan sedang tersenyum- M.A.W Brouwer
Udah lama ku tak menyambangi
Bandung, kota yang sejak masa kecilku terkenal dengan nama kota kembang karena
kecantikan para gadis-gadisnya. Mendadak aku harus pergi ke Bandung selama dua
hari untuk sebuah urusan.
![]() |
Mendayung Perahu di Dusun Bambu |
Setelah menyelesaikan berbagai urusan-urusan tersebut aku dan teman-temanku resfreshing sejenak. Cuaca di Bandung siang hari sangat terik, ku liat di ponsel tercantum 33 derajat. Memang belakangan cuaca sangat terik loh, muka dan kulit terasa kering sekali. Nah kemana saja selama dua hari di kota kembang?
1. Malam Mingguan di Cihampelas Walk
[Ciwalk]
Wahh udah lama banget aku gak mampir ke sini.
Ya belakangan memang jarang sekali aku berkunjung ke Bandung. Hari telah sore
ketika aku, Ranto, Ridho masuk ke area Ciwalk. Antrian parkir membuat kami
tertahan kira-kira 15 -20 menit. Yang kami lakukan di sini adalah duduk santai
sembari ngopi-ngopi dan menunggu kedatangan Kang Renza dan Rizal. Ciwalk sangat padat sore itu karena ada
event, sehingga pengunjung berjubel di mana-mana. Setelah memesan coklat hangat
, kami duduk di pojokan dan tak lama Kang Renza dan Rizal datang. Asik
bercerita membahas segala rupa hingga larut malam. Kami hanya ngopi-ngopi aja
loh, karena lapar langsung buru-buru cus menuju Punclut, Yeaahhh
2. Late
Dinner di
Punclut
Aihh bahasanya late dinner banget. Iya sih, hari menunjukkan pukul 22.00 WIB
ketika kami berhasil tiba di Punclut karena macet pemirsa. Langsung saja
memesan pepes peda, nasi merah, sambal terasi, tempe tahu goreng serta teh hangat.
Ah makin lama suhu semakin turun, udah lamaaa banget aku gak ngerasain
dinginnya Punclut di malam hari. Dari atas sini terlihat pemandangan kota
Bandung di malam hari dengan lampu-lampu yang menghiasinya. Kenyang udah, liat
pemandangan malam udah. Bersiap pulang? Ehh emang nginep dimana nih? Dah
kebayang dinginnya Sariwangi ya malam-malam. Alhamdulilah Kang Renza menawarkan
rumahnya untuk kami menginap malam ini.
![]() |
Dari atas Punclut di malam hari |
3. Curug Pelangi dan Sarapan Pagi di Kebon
Hawu
Hari Minggu adalah hari yang tepat untuk
bangun siang dan bermalas-malasan. Bangun jam 5 pagi untuk salat subuh dan
melanjutkan tidur kembali hingga jam 07.30 WIB. Sariwangi cukup dingin pagi
itu. Ketika membuka mata, mentari udah bersinar dengan terangnya. “Buruan mandi, katanya mo sarapan” ujar
De Ranto. “Duh laperr” kataku sambal
nyomot sepotong Kue Lapis Surabaya yang enaknya pake banget. “Dihhh langsung nyomot kue banget ya teh
pagi-pagi” kata Ranto.
Setelah mereka mandi, akupun mandi dan kita
menuju Curug Cimahi yang beken dengan nama Curug Pelangi sekarang. Gak berniat
turun ke bawahnya. Kita cuman mampir aja sekalian sarapan di depannya. Ada
tempat makan dengan judul “Kebon Hawu”. Penasaran karena laper dan tempatnya
yang kece, kita sarapan di sini. Memesan menu paket 5 orang yang super banyak
membuat kami merasa puas banget sarapan pagi itu. Ada roti bakar, pisang
goreng, nasi putih, goreng gepuk, sambal matah dan terasi yang lezat serta
sayur asam. Wah komplit sekali untuk sarapan pagi pada jam 09.30
![]() |
Sarapan di Kebon Hawu |
4. Gagal melihat cantiknya Curug Layung
Setelah perut kenyang dan hati senang, Kang Renza
mengajak kami untuk berkunjung ke Curug Layung. Menurut info letaknya tidak
jauh dari Dusun Bambu. Kami masih melintasi jalan raya Cihanjuang agar
terhindar dari kemacetan. Perjalanan menuju Curug Layung melewati jalan setepak
bertanah yang langsung mengingatkan ku pada jalan menuju Desa Sumur di
Pandeglang. Kurang lebih 15 menit perjalanan kami tiba di pintu masuk Curug
Layung. Harga Tiket sebesar Rp. 20.000 harus kami bayar di pintu masuk.
![]() |
Hutan Pinus di Curug Layung |
Namun
ternyata petugas menanyakan tujuan kami hendak kemana, dan ketika kami serentak
menjawab akan menuju Curug Layung. Kemudian petugas menyampaikan informasi
bahwa kami tidak bisa sampai ke area Curug Layung dikarenakan Tentara Kopassus
sedang latihan. Alhasil kami hanya berphoto saja di area pintu masuk dan aku
mengambil poto hutan pinus di sekitarnya. Ahh mungkin memang belum rezekinya
kami menikmati indahnya curug yang bisa langsung tembus ke Kebun Teh Sukawarna
ini. One day ya!
![]() |
Pintu Masuk Curug Layung |
5. Melipir ke Dusun Bambu Family Leisure
Dikarenakan gagal ke Curug Layung, serta
Ranto dan Ridho belum pernah mengunjungi Dusun Bambu, akhirnya Kang Renza
membelokkan setir mobil ke Dusun Bambu. Mari kita santai sejenak di Dusun Bambu
yang telah popular sejak 5 tahun yang lalu. Dengan tiket seharga Rp. 30.000
kita bisa membawa pulau satu pot kecil tanaman loh agar bumi semakin hijau.
![]() |
Mendayung Perahu di Dusun Bambu |
Dusun Bambu, tidak banyak perubahan yang ku
temukan sejak 5 tahun yang lalu ketika pertama kali datang ke sini. Hanya
sekarang banyak sekali area yang sedang di renovasi. Air yang mengalir di
sungaipun tidak deras seperti biasa karena musim kemarau sekarang ini cukup
panjang.
Setelah asyik berjalan-jalan serta mengambil spot-spot photo terbaik, kami duduk
santai sembari minum es teh di tengahnya terik mentari hari Minggu itu. Karena
akhir pekan, Dusun Bambu cukup ramai pengunjung siang itu. Ada yang datang
dengan kendaraan pribadi seperti mobil, motor, bahkan ada yang datang
berombongan dengan menggunakan bis.
Jam 3 sore kami keluar dari Dusun Bambu, jika
pergi tadi kami menggunakan odong-odong, untuk pulang kami sepakat untuk berjalan kaki menuju area parkir.
Ada hutan bambu, ada sawah, dan pemandangan yang serba hijau dan menyegarkan
mata sepanjang jalan menuju area parkir. Thank you Dusun Bambu!
![]() |
Sawah-sawah di sekitar Dusun Bambu |
6. Baso Solo Suroto yang legendaris
Belum makan siang, karena yang tadi di Kebon
Hawu hitungannya sarapan. Terus ketika ditanya mau makan apa aku bilang mau
makan Bakso Solo Belakang BIP. Ternyata sekarang lokasinya udah gak di belakang
BIP lagi genks, udah pindah ke Jl. Aceh. Si Bapak menyewa satu ruko dengan dua
lantai. Wah hebat si bapak, maju sekali baksonya, sejak 2007 aku adalah
pelanggan tetap bakso ini. Sekarang dengan 1 porsi, 1 teh botol dan sukro
harganya berkisar Rp. 30.000 – 35.000.
![]() |
Credit to : www.pergikuliner.com |
Bakso ini masih sama rasanya, masih enak
seperti dahulu, sambalnya masih pedasss luar biasa. Pokoknya top abiss.. Gak
afdol ke Bandung kalo gak mampir ke baso solo ini.
7. Menunggu mentari kembali ke peraduan di
Rumah Miring
Setelah makan baso solo yang hits, pengennya
nyantai-nyantai asik sambal nungguin sunset. So kita naik lagi ke daerah Dago
Atas. Kali ini pilihannya jatuh ke Rumah Miring. Semiring apa ya? Hahahaha
Perjalanan sekitar satu jam ditempuh dari Jl. Aceh, macetnya itu loh gak nahan
banget.
![]() |
Es krim untuk penyegaran di sore hari |
Rumah Miring menyajikan pemandangan lembah
hijaunya Dago dari ketinggian. Makanan dan minuman yang disajikan enak dengan
harga yang terjangkau. Tempatnya instagrammable
loh. Bisa menuju ke area bawah yang terdiri dari banyak pohon, spot berphoto
yang ciamik, serta sofa-sofa empuk.
![]() |
Sunset sore hari di Rumah Miring |
Tak terasa waktu magrib tiba, langit oranye, merah, lembayung jadi satu di atas
sana. Ahh sungguh indah langit sore ini untuk menutup akhir pekan yang
berkesan.
![]() |
Aneka cemilan untuk santap sore |
Ah
Bandung, masih saja sedap dipandang sebagai tujuan bertandang. See you when I
see you ya!
![]() |
Indahnya ciptaanMU |
0 comments
Berkomentarlah sebelum komentar itu ditarif...