Bercengkrama dan Penuh Tawa Dari Situ Cileunca Hingga Gunung Puntang
- March 18, 2021
- By FitriYenti
- 0 Comments
Setelah di tulisan sebelumnya aku menceritakan mengenai keindahan Sunrise Point Cukul yang mempesona dan membuat bahagia, kali ini lanjutan perjalanannya adalah menuju Situ Cileunca dan Gunung Puntang.
Situ Cileunca dan Jembatan Cinta
Setelah puas dari subuh
melihat mentari terbit di Timur, sarapan, dan tea walk, kami sepakat
melanjutkan perjalanan ke Situ Cileunca yang jaraknya 10 Km saja dari Sunrise Point Cukul. Perjalanan ditempuh dengan waktu 20 menit saja dengan kecepatan
sedang. Mata sudah mulai kriyep-kriyep kembali karena ketika membuka jendela
mobil, angin segar khas pegunungan menyapa pipiku.
Mentari mulai beranjak
panas, ketika kami akhirnya memutuskan untuk tidak ke area Situ Cileunca dari
dekat, namun mampir di warung makan pinggir jalan dekat area situ. Karena hari
sudah panas, dan malas kan ya jalan kaki panas-panas. Apalagi dari parkiran
mobil lumayan jauhnya. Dengan mampir ngeteh dan ngopi sejenak di warung,
kamipun masih bisa melihat Situ Cileunca dari dekat sembari cerita dan tertawa.
Angin sepoi-sepoi membuat ngantuk tiada terkira, bahkan aku dan Ines sempat
memejamkan mata sejenak agar masih bisa kuat menembus jalan kulak kelok
berkabut ini.
![]() |
Situ Cileunca Pukul 09.30 pagi |
Setelah puas beristirahat, ngopi, dan ngeteh kami melanjutkan perjalanan kembali. Tujuan kami berikutnya adalah Gunung Puntang. Yayyy!
Gunung Puntang, situs sejarah di Selatan Bandung
Gunung Puntang, apa sih yang
terbersit saat mendengar dua kata itu? Kalo aku yaitu stasiun radio pertama
kali yang ada di Bandung pada zaman penjajahan Belanda. Ya sebagai anak Ilmu
Komunikasi, ketika kuliah dahulu diberitahu bahwa letak stasiun radio pertama
ada di Gunung Puntang. Dari dulu aku penasaran dengan tentang situs sejarah
ini, namun aku belum punya teman yang saat itu diajak menjelajah ke Gunung
Puntang.
Perjalanan ditempuh dalam
waktu satu jam dengan jarak 28 km dari Situ Cileunca. Cuaca sangat cerah siang
itu, dan kiri kanan kami pemandangan sawah hijau terbentang memanjakan mata.
Untuk masuk Gunung Puntang kita wajib membeli tiket seharga Rp. 20.000 per
orang, dan Rp.10.000 untuk parkir kendaraan roda empat.
Ada banyak hal yang bisa
dilakukan di kawasan yang secara geografis terletak di Banjaran ini. Pengunjung
bisa mendaki Puncak Gunung Puntang, kemping, minum kopi, dan bermain serta
berendam di aliran sungai seperti yang kami lakukan.
Setelah memarkir kendaraan,
dan menuruni anak tangga yang tidak terlalu curam, terpampang aliran sungai
yang deras, jernih dan bersih. Di sekitarnya terdapai berbagai gazebo yang bisa
disewa untuk pengunjung. Sayang sekali semua gazebo sudah fully booked, sehingga
gagal keinginan kami untuk santai siang di gazebo. Namun ternyata sisi sungai
lebih menarik loh, di atas bebatuan sungai yang besar kami membentangkan tikar,
dan menggelar makanan yang kami beli tadi di Pangalengan.
![]() |
Serunya bermain air bersih |
Sebelum makan bersama, kami
seru-seruan main air sungai, dan ternyata banyak sekali pengunjung yang
memanfaatkan sungai ini untuk mandi dan berendam. Aku hanya main air saja dan
berwudhu di air yang super duper segar dan bersih ini. Namun gak mau stop gitu
loh pada main air semua. Walaupun makanan sudah siap disantap. Namun ternyata
setelah asik bermain-main dengan air dalam waktu yang lama, laper juga loh.
Bancakan dengan banyak menu di pinggir sungai
Kang Renza udah
menginstruksikan agar kami segera menyantap menu makan siang. Wah banyak
menu-menu lezat yang tadi dibeli di salah satu rumah makan seperti ayam goreng
serundeng, kentang balado, bihun goreng, lalapan, sambal dan gulai jengkol
favorit banyak umat di Core Tim. Kami menyantap menu-menu ini dengan penuh
khidmat karena nikmatnya luar biasa, dengan pemandangan yang sangat indah. Maka
nikmat tuhan mana lagi yang kamu dustakan?
![]() |
Makan di alam bebas, nikmat dan khidmat |
Masih bercerita proses
membeli makanan-makanan nikmat ini yang bikin Kang Renza dan Mamih Evi darah
tinggi. Karena penjualnya lama sekali pelayanannya bahkan nasi saja belum
mateng pemirsa. Sehingga Kang Renza dan Mamih Evi sampai turun ke dapur
memastikan siang itu kami makan dengan sambel. Jadi rasanya siang itu banyak
sekali yang patut aku syukuri.
Main air udah, makan siang
udah, setelahnya kami menunaikan ibadah zuhur yang dilaksanakan di tikar makan
yang telah dibersihkan. Wudhunya tentu saja dengan air sungai yang mengalir
bersih itu. Asli segar sekali sehingga semua rasa kantuk hilang dalam sekejap.
Salat di batu dan kontur tanah naik turun ini butuh perjuangan, sujud di batu
yang agak runcing bikin sakit jidat, dan duduk di batu-batuan yang bentuknya
turunan juga penuh tantangan, apalagi aku menggunakan mukena parasut pinjaman
dari mami evi yang bahannya memang licin. Jadi aja merosot terus kalo pas
duduk. Ah antara khusyuk dan tidaklah pokoknya. Hanya allah yang tau J
![]() |
Hanya mam evie yang bersedia berendam |
Perjalanan
pulang dan ngebakso enggal
Waktu terus berjalan dan tak
terasa sudah pukul 14.30 Wib saja ketika kami memutuskan untuk pulang. Memang
belum banyak area yang dijelajah di kawasan Gunung Puntang ini. Mudah-mudahan
nanti bisa ke sini lagi deh. Awan gelap menyerbu langit tiba-tiba yang menandakan
sepertinya akan turun hujan. Eh benar saja, belum juga sampai parkiran mobil,
gerimis besar sudah turun bebas saja dari langit sehingga kami buru-buru masuk
mobil. Hujan deras mengiringi langkah deru mesin mobil meninggalkan tempat
hijau ini dengan perlahan namun pasti.
![]() |
Air sungai yang jernih dan bersih |
Tujuan kami sore ini adalah
pulang, namun rasanya masih belum ingin berpisah, sehingga candaan di mobil ada
saja yang mengundang gelak tawa tanpa henti. Entah itu drama korea, oppa-oppa
korea nan ganteng, dan hasil penelitian yang diungkapkan oleh Mba Dee yang gak
kelar-kelar hingga pintu tol keluar Pasteur.
Semua tertawa bahagia, namun tidak lengkap jika tidak ada acara ngebakso
terlebih dahulu. Setelah terjebak lampu merah 30 menit di perempatan Surya
Sumantri, tiba jua kami di Bakso Enggal, salah satu tempat ngebakso favorit
dari zaman dahulu kala.
Kayak de javu jadinya, tahun 2018 pulang dari Sunrise Point Cukul, aku,
Kak Nad, Uni Mitta dan Om Zulman juga masuk kota Bandung hanya untuk memanjakan
lidah di Bakso Enggal yang dari dulu memang sudah terkenal. Dan tahun 2021 ini kejadian lagi peristiwa
yang sama. Ahh kadang hidup itu memang penuh misteri.
Sore itu pengunjung di Bakso Enggal Cabang Pasteur cukup ramai, meja-meja panjang terisi hampir penuh. Kami
segera menuju ke salah satu meja kosong yang tersedia dan segera memesan bakso
yang memang disajikan prasmanan. Aku menyukai bakso ini karena kuahnya gurih,
baksonya lembut, siomaynya juga enak, serta pangsit gorengnya yang crunchy, satu lagi yang tidak boleh
dilupakan adalah rasa bakso gorengnya yang empuk dan kriuk-kriuk ketika
dikunyah. Baru saja mau memulai makan bakso, hujan turun dengan derasnya
mengguyur Kota Kembang. Ya Bandung+bakso+hujan+ kenangan = sempurna #ehhhh
![]() |
Bakso Enggal, kesukaanku banget |
Karena hujan aku memutusan
untuk membatalkan menemani Mba Dee yang lagi perawatan rambut di Anata Surya
Sumantri dan ikut Kang Renza pulang. Biar di istirahat dan leyeh-leyeh aja di
Sariwangi. Sementara itu aku juga udah memesan satu porsi bakso untuk Mba Dee
agar dia gak kelaparan sepulang dari salon. Ternyata Mba Dee gak hanya potong
rambut, tapi juga creambath, dan meni pedi. Beuhh kayaknya kalo aku ke salon
juga tidur ya, mending tidur di rumah kan.
Berat ketika harus
memutuskan untuk cupika cupiki sama Ayu, Ines, Mami Evi, dan Teh Yani di sore
yang gloomy itu. Semoga suatu hari
nanti kita masih bisa menikmati perjalanan dengan rute lainnya. Jadi BM siapa
lagi yang harus kita ikuti selanjutnya?
![]() |
Wefie di dekat sungai |
0 comments
Berkomentarlah sebelum komentar itu ditarif...