Mengukur Rindu di Sunrise Point Cukul : Sebuah Perjalanan Penuh Makna
- March 08, 2021
- By FitriYenti
- 0 Comments
Setelah melewati tiga kali zoom meeting bersama teman-teman Core
Tim Komunitas Bisa, kami memutuskan untuk mengunjungi Sunrise Point Cukul pada
Sabtu, 6 Maret 2021. Berbagai persiapan menuju meeting point selalu diupdate di grup. Mulai dari rusuh aku yang
mendadak diajak rapat sejam saja sebelum keberangkatanku ke Pelabuhan
Bakauheni, hingga kehebohan Mba Dee yang belum sampe juga di Bandung karena
temannya sering berhenti untuk tidur.
Dari Bakauheni menuju Bandung
Dengan ritme kerjaku yang
sangat padat yang tadinya berencana mengambil izin satu hari dan pada
kenyataannya tidak jadi memutuskan izin, butuh perjuangan untuk tiba ke Kota
Bandung dari Pelabuhan Bakauheni. Cara termudah memang tinggal naik bis Damri
saja dari Rumah Makan Siang Malam Kalianda, 10 Km dari tempat tinggalku. Namun
bis hanya tersedia dimalam hari saja pukul 19.00, sehingga tidak cukup
waktunya bila aku menggunakan bis langsung.
Cara yang kutempuh adalah
ngeteng! Masya allah, ini adalah perjalanan ngeteng pertamaku dan solo trip
pula. Sempat deg-degan, karena aku tau di masa covid 19 ini sangat sulit
menemukan bis yang langsung berangkat menuju luar kota. Aku bismillah saja deh,
semoga allah senantiasa melindungi. Langkah pertama aku memesan satu tiket
kapal eksekutif seharga Rp. 65.000, dengan perjalanan singkat kurang lebih 90
menit aku bisa menjangkau Pelabuhan Merak. Namun ombak besar, dan kabut tebal
membuat perjalanan terasa agak lambat.
![]() |
KMP Batu Mandi yang membawaku dari Bakauheni menuju Merak |
Tepat pukul 17.15 Wib ku
langkahkan kaki di Pelabuhan Eksekutif Merak. Bersama seorang bapak tua yang bersedia
mengantarku mencari bis ke Bandung, kami berjalan kaki beriringan. Bapak ini baru
saja mengunjungi cucunya di Kalianda, sehingga dia sudah terbiasa bolak balik
Bakauheni – Merak. Setelah 15 menit berjalan kaki, tibalah di jalan raya, bapak
menyarankan menunggu bis di pinggir jalan, karena jika terminal pasti akan
ngetem dalam waktu yang lama. Setelah beberapa bis lewat, sepertinya tidak ada
bis langsung menuju Bandung, aku disarankan naik bis menuju Serang, nanti di
Serang mencari bis menuju Bandung. Terima kasih bapak tua, semoga senantiasa
sehat dan panjang umur.
Kemudian aku menaiki bis
Primajasa Merak – Kampung Rambutan dan berhenti di Serang dengan waktu tempuh
satu jam. Beberapa kali ngetem dengan waktu yang cukup lama, membuat perjalanan
ini monoton. Aku kembali menenangkan diri dan bersabar. Jam 7 malam tiba di
Kota Serang, tidak jauh dari tempatku berdiri aku melihat Bis Bima Suci yang
kata Mba Dee masih saudaraan dengan Bis Arimbi jadi tidak masalah jika aku
menaiki bis ini. Singkat cerita, bis ini berjalan pukul 19.30 dari Serang
setelah ngetem 30 menit, dan tiba di pintu Tol Pasir Koja Pukul 01.00 dini
hari.
Dijemput
di pinggir Jalan Tol, dan ke Pangalengan dini hari
Setelah melewati kemacetan
Jumat malam rutin ala ibu kota negara yang sudah 6 bulan tidak kulihat, Kang
Renza akan menjemputku di pinggir jalan setelah keluar Tol Pasir Koja. Astaga
ini aku tidak akan tidur semaleman deh, karena sesuai dengan rencana kami akan
jalan jam 03.00 dari Sariwangi. Kang Renza menyetir super ngebut di jalan tol dengan
kecepatan 150 km/jam, kami berhasil tiba di Tol Pasteur 10 menit saja. Sedikit
drama mewarnai perjalanan menjemput Mba Dee ini, setelah berbelok ke arah
Sarijadi, kelupaan deh liat share
location Mba Dee, persis di keluar tol. Sehingga setelah masuk Surya
Sumantri, Kang Renza memutuskan untuk mundur secepat kilat juga. Oh tuhan,
penuh cerita memang perjalanan kali ini.
Setibanya di Sariwangi, aku
dan Mba Dee disambut oleh Mami Evie, Teh Yani, dan Ines. Sementara Ayu katanya
sedang bobo cantik. Aku putuskan untuk segera mencuci muka dan sikat gigi,
tiba-tiba Kang Renza menawarkan untuk membuatkan mie goreng untukku dan mba
dee. Bahagia sesederhana itu ditambah segelas susu segar leci dari Ines. Astaga
ini mau sahur atau gimana sih. Tak terasa udah pukul tiga saja, dan kami
siap-siap berangkat mengarungi jalan yang berkulak kelok berkabut! Hahahaha
kosa kata baru tuh di Kombis
15 derajat di Sunrise Point Cukul
Tepat pukul 05.20, kami tiba
di area Sunrise Point Cukul, dan udara dingin langsung menusuk persendian. Ku
lihat di ponselku suhu menunjukkan angka 15 derajat. Brrr dingin sekali. Dua
jam penuh aku tidur di mobil, dan alhamdulilah mata agak-agak perih gitu ketika
dibuka karena kurang tidur. Setelah wudhu dengan air yang rasanya sedingin es,
dan salat subuh, kami berjalan kaki tidak jauh ke area banyak orang berkumpul.
Langit subuh berwarna oranye, biru, dan merah bercampur memanjakan netra. Lama kelamaan langit dan matahari muncul perlahan-lahan. Ini adalah salah satu yang kami syukuri karena menurut ramalan cuaca yang diinfokan Kang Renza, dari subuh hingga sore cuaca Pangalengan akan diguyur hujan. Ya allah nikmat tuhan manalagi yang kamu dustakan.
![]() |
Formasi Lengkap |
Kalau soal Cukul aku lebih
senang menceritakannya lewat poto-poto saja ya, karena hamparan kebun teh nan
hijau berpadu dengan cahaya langit pagi itu sangat indah. Terkadang sulit
kuungkapkan lewat kata-kata dalam tulisan ini. Segala gaya, dan area photo kami
jajah pagi itu untuk mendapatkan moment terbaik, dan terkece. Aku begitu mencintai
kebuh teh dari dulu, sehingga datang ke Cukul lagi setelah kunjungan terakhir
tahun 2018, betul-betul membuat hatiku riang, tenang, damai, dan bersyukur.
![]() |
Villa Jerman yang sangat instagenic |
Merasa perut ini
keroncongan, kami bertujuh langsung menghampir warung yang menyediakan aneka
menu sarapan pagi seperti mie rebus, gorengan, teh, kopi dan makanan ringan
lainnya. Kami memesan mie rebus kembali pemirsaaaa, padahal baru jam 2.00 dini
hari tadi makan mie. Gak dosa lah ya, mie rebus kari ayam dengan topping telur,
sukro, dan cabe rawit pagi itu begitu menggiurkan.
![]() |
Sarapan dengan pemandangan kece |
Tea
Walk hingga Situ Cukul
Karena perut terisi mie
rebus dan dahaga telah terlepaskan, kami memutukan untuk tea walk
di area Kebun Teh Cukul ini. Tea walk
tidak lengkap tanpa berpose kan ya. Jadilah banyak tempat yang kami pakai
sebagai tempat berpose. Tujuan utama kami yaitu menjelajah Situ Cukul dengan
lanskap menarik dan instagenic.
Berpoto di area situ ini sangat cantik, karena ada latar belakang Villa Jerman
yang sangat terkenal itu. Pantulan sinar matahari di air situ, langit biru,
Villa Jerman nan iconic tentu saja membuat poto-poto yang dihasilkan
mendapatkan decak kagum.
![]() |
17 derajat dipagi hari yang cerah |
Tempat ini begitu magis,
menawan hati, dan selalu mengajak untuk terus-terus mengunjunginya lagi dari
belasan tahun lalu aku menjejakkan kaki di sini. Tak terasa hari beranjak siang
dan sudah pukul 09.00 saja, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat wisata
berikutnya yang tak kalah menarik. Situ Cileunca adalah tujuan kami selanjutnya.
Nah cerita tentang Situ Cileunca dan tempat lainnya bersambung ya.
![]() |
Bersama ines milkines |
0 comments
Berkomentarlah sebelum komentar itu ditarif...